KOMUNALIS.COM, REFLEKSI - Deretan tragedi yang melanda Madura dalam beberapa waktu terakhir lebih dari sekadar kumpulan berita kelam—ia adalah jerit memilukan yang menuntut perhatian menyeluruh.

Lima nyawa yang hilang di sumur Pamekasan, kekerasan menjelang pemilu di Sampang, dan pembunuhan brutal terhadap seorang perempuan di Bangkalan, semuanya mencerminkan kegagalan sistemik dalam perlindungan hak asasi manusia.

Setiap peristiwa tidak dapat lagi dipandang sebagai insiden terpisah, melainkan simpul-simpul yang saling terhubung dalam mata rantai kekerasan struktural. Sumur maut Pamekasan bukan sekadar kecelakaan, melainkan potret nyata buruknya pengelolaan lingkungan dan infrastruktur. Kekerasan di Sampang menunjukkan rapuhnya mekanisme demokratis, sementara pembunuhan di Bangkalan mengungkap betapa rendahnya martabat perempuan dalam struktur sosial yang ada.

Solusi tidak cukup hanya dengan berkaca dan bersedih. Dibutuhkan transformasi menyeluruh—mulai dari reformasi hukum, penguatan kelembagaan, hingga perubahan kultur sosial. Pemerintah daerah harus membangun sistem perlindungan yang komprehensif, dengan fokus utama pada pencegahan kekerasan dan penegakan hak asasi manusia.

Masyarakat sipil memiliki peran krusial dalam mendorong perubahan. Pendidikan berbasis nilai kemanusiaan, kampanye anti-kekerasan, dan penguatan solidaritas sosial adalah langkah konkret yang dapat ditempuh. Setiap individu harus menjadi agen perubahan, menolak budaya kekerasan dan mengedepankan dialog.

Madura bukan sekadar wilayah geografis, melainkan potret martabat bangsa. Setiap nyawa yang hilang adalah kegagalan kolektif yang menuntut pertanggungjawaban bersama. Saatnya kita tidak sekadar membuat pernyataan, melainkan bertindak nyata.

Transformasi dimulai dari kesadaran. Transformasi dimulai dari kita.

Penulis:

Merry Nofita Sari

(Mahasiswa IAIN Madura)