Juli 17, 2025

Guru Honorer SD di Kabupaten Sumenep Dipecat Gegara Ungkap Kasus Korupsi.

May 06, 2025
3Min Reads
61 Views

Niat baik Rasulullah, seorang guru honorer SD di pelosok Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, untuk mengungkap dugaan korupsi bantuan pemerintah justru berbuah pahit: pemecatan sepihak dari sekolah tempatnya mengabdi. (Foto/Tribun)

KOMUNALIS.COM, BERITA - Niat baik Rasulullah, seorang guru honorer SD di pelosok Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, untuk mengungkap dugaan korupsi bantuan pemerintah justru berbuah pahit: pemecatan sepihak dari sekolah tempatnya mengabdi.


Rasulullah (43), guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SDN Torjek II, Kecamatan Kangayan, mengaku diberhentikan secara mendadak setelah melaporkan dugaan penyimpangan dalam penyaluran Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). Pemecatan itu terjadi tak lama setelah ia mengunggah dokumentasi penerima bantuan yang diduga tidak menerima bantuan secara utuh.


“Saya memang memotret beberapa rumah penerima BSPS. Salah satunya Nenek Nakia yang hanya mendapat genteng dan papan,” ujar Rasulullah, Minggu (5/5/2025), seperti dikutip dari Tribun Jatim. Ia mengaku tak menyangka langkahnya untuk mendokumentasikan temuan itu akan berujung pada pemecatan.


Menurut pengakuannya, pemecatan terjadi dalam sebuah rapat yang disebut-sebut sebagai persiapan acara perpisahan sekolah. Namun yang mengejutkan, rapat itu justru dijadikan forum untuk memintanya keluar dari sekolah, tekanan itu datang dari sejumlah wali murid yang hadir secara tiba-tiba.


“Mereka kompak minta saya dikeluarkan. Bahkan ada yang mengancam akan memindahkan anaknya kalau saya masih mengajar,” kata Rasulullah.


Kritikus Lokal yang Dikorbankan


Kasus ini mencerminkan ironi di balik upaya transparansi di daerah: ketika seorang warga biasa berani bersuara, sistem justru membungkamnya. Rasulullah bukanlah aparat penegak hukum, bukan juga aktivis LSM, ia hanya guru honorer yang peduli terhadap keadilan.


Ia bahkan sempat mendampingi Inspektur Jenderal Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Heri Jerman, dalam inspeksi mendadak ke rumah-rumah penerima BSPS. Hasilnya memperkuat dugaan bahwa bantuan negara senilai miliaran rupiah itu banyak yang tak tepat sasaran.


“Saya juga sempat ikut saat irjen Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) Heri Jerman, saat turun langsung mendatangi lokasi penerima (BSPS) yang saya foto,” sambung Rasulullah.


Menteri PKP Maruarar Sirait dalam rapat dengan Komisi V DPR RI pada Rabu (30/4/2025) mengungkapkan bahwa nilai penyimpangan dana BSPS di Kabupaten Sumenep mencapai Rp109 miliar. Salah satu temuannya bahkan menyebut satu rumah mendapat bantuan hingga tiga kali, indikasi korupsi yang terangbenderang.


”Kami menemukan penyalahgunaan BSPS dalam jumlah besar, nilainya Rp 109 miliar di Sumenep, satu kabupaten, dan sekarang sudah dalam proses hukum,” ujarnya, dikutip dari Tribun.


Dimensi Sistemik Korupsi dan Kekuasaan Lokal


Pemecatan Rasulullah seolah menegaskan bahwa perlawanan terhadap korupsi tidak hanya berhadapan dengan sistem birokrasi, tetapi juga tekanan sosial dan politik lokal. Dari pengakuannya, rapat yang berujung pemecatan itu dihadiri oleh tokoh-tokoh yang berpengaruh di desa, termasuk pihak yang disebut “dekat dengan kepala desa”.


Kejaksaan Negeri Sumenep kini tengah menyelidiki dugaan korupsi tersebut setelah menerima laporan resmi dari Irjen PKP. Dalam penyelidikannya, ditemukan sedikitnya 18 indikasi penyimpangan, mulai dari bantuan salah sasaran hingga praktik manipulatif seperti tanda tangan slip penarikan kosong.


”Kami menemukan penyalahgunaan BSPS dalam jumlah besar, nilainya Rp 109 miliar di Sumenep, satu kabupaten, dan sekarang sudah dalam proses hukum,” ujarnya.


Namun di tengah penyelidikan yang tengah bergulir, kisah Rasulullah memperlihatkan risiko personal yang harus ditanggung warga biasa yang berani melawan korupsi: kehilangan pekerjaan, tekanan sosial, dan pengucilan.


Kini, Rasulullah menggantungkan hidup dari pekerjaan serabutan dan bertani. Meski telah diberhentikan, ia tetap mengantar anaknya bersekolah di SDN Torjek II—sebuah keputusan yang mencerminkan kedewasaan, meski dikhianati oleh sistem yang seharusnya melindunginya.


“Jika tidak mengajar, saya kerja serabutan. Kadang bertani, kadang juga ikut menjadi tukang,” katanya. (Ghufron/Red)


Leave a Comment
logo-img Komunalis

All Rights Reserved © 2025 Komunalis