Juli 17, 2025

Aliansi Mahasiswa-Pemuda Kecam Dedie Rachim: Hukum Diabaikan, Masjid Dijadikan Alat Politisasi

June 18, 2025
2Min Reads
16 Views

Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Bogor Raya menyampaikan kritik keras terhadap langkah Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, yang menerbitkan Keputusan Wali Kota No. 100.3.3.3/Kep.192-Huk.HAM/2025 tentang Penetapan Status Keadaan Konflik Skala Kota di kawasan pembangunan Masjid Imam Ahmad bin Hambal (MIAH). Kebijakan ini dinilai tidak hanya cacat secara hukum, tetapi juga sarat kepentingan politik yang dinilai membahayakan keadilan serta kohesi sosial di Kota Bogor.

KOMUNALIS.COM, POLITIK - Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Bogor Raya menyampaikan kritik keras terhadap langkah Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, yang menerbitkan Keputusan Wali Kota No. 100.3.3.3/Kep.192-Huk.HAM/2025 tentang Penetapan Status Keadaan Konflik Skala Kota di kawasan pembangunan Masjid Imam Ahmad bin Hambal (MIAH). Kebijakan ini dinilai tidak hanya cacat secara hukum, tetapi juga sarat kepentingan politik yang dinilai membahayakan keadilan serta kohesi sosial di Kota Bogor.


Masjid MIAH saat ini tengah dalam proses pembangunan yang secara hukum telah mendapatkan legitimasi berdasarkan dua putusan berkekuatan hukum tetap dari PTUN Bandung, yakni Nomor 150/Pen.Eks/2017/PTUN-BDG dan Nomor 32/Pen.Eks/2018/PTUN-BDG. Putusan ini memberikan mandat legal untuk melanjutkan pembangunan. Namun demikian, Dedie Rachim justru memutuskan untuk menyegel kawasan tersebut dengan dalih adanya potensi konflik sosial.


Aliansi menyebut tindakan Dedie bukanlah cerminan kepemimpinan yang taat hukum, melainkan manuver politik yang dibalut legalitas semu.


“Apa yang dilakukan Dedie Rachim hari ini bukan bentuk penyelesaian konflik, melainkan eksploitasi konflik untuk membentuk citra kepemimpinan. Keadilan tidak lagi ditegakkan, melainkan dikelola sesuai arah politik,” tegas Dadan, Ketua Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Bogor Raya.


Menurut Aliansi, apabila pemerintah benar-benar tunduk pada hukum, maka pelaksanaan putusan pengadilan seharusnya menjadi akhir dari setiap sengketa. Namun realitasnya, Dedie justru membiarkan polemik ini berlarut-larut, bahkan mengkapitalisasi isu konflik sebagai panggung untuk memproyeksikan sosok pemimpin yang “tegas” di tengah kerusuhan.


“Ini adalah strategi klasik penguasa yang tak punya keberanian menegakkan hukum, lalu mengelola krisis sebagai panggung kekuasaan,” lanjut pernyataan tersebut.


Aliansi tak menutup mata atas adanya ketegangan sosial di lapangan. Namun mereka menilai narasi “keamanan” yang digunakan Pemerintah Kota terlalu dibesar-besarkan dan tidak proporsional. Mereka juga menyoroti tidak adanya transparansi dalam kajian sosial, minimnya pelibatan komunitas, serta absennya pendekatan struktural dalam penyelesaian masalah.


“Yang ada hanyalah surat keputusan sepihak yang menandakan: Pemerintah lebih takut kehilangan kendali politik daripada kehilangan keadilan,” tegas mereka.


Dedie Rachim juga dinilai gagal memainkan peran sebagai pemersatu masyarakat. Ia justru dinilai membiarkan isu keagamaan dimanfaatkan sebagai alat legitimasi kekuasaan. Pendekatan administratif dinilai lebih dipilih ketimbang kepemimpinan yang tegas dan adil.


“Ketika pembangunan rumah ibadah dijadikan alat politik, maka rusak sudah batas antara kekuasaan dan kesucian. Dan itu yang sedang dipertontonkan oleh Dedie hari ini,” tambah Dadan.


Secara hukum, Aliansi juga mengkritik keputusan penyegelan sebagai bentuk pelecehan terhadap fungsi peradilan. Menurut mereka, eksekutif tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan atau menunda pelaksanaan putusan pengadilan. Fungsi eksekutif justru adalah melaksanakan hukum, bukan melawannya.


Keputusan Dedie dinilai sebagai simbol keberanian melawan hukum demi menjaga stabilitas kekuasaan jangka pendek. Oleh karena itu, Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Bogor Raya mengajak publik untuk lebih kritis terhadap kebijakan yang dibalut dengan narasi keamanan, namun sesungguhnya menyembunyikan agenda politik.


“Kami percaya, keadilan yang dibangun atas dasar hukum tidak boleh dikorbankan demi pencitraan. Dan rakyat Bogor tidak boleh diam saat hukum dikendalikan oleh agenda politik elit,” tutup pernyataan mereka.

Leave a Comment
logo-img Komunalis

All Rights Reserved © 2025 Komunalis